Bisnis Properti Terdampak Tarif Presiden AS Trump Ini Harapannya Aguan, memberikan tanggapan atas kebijakan tarif impor terbaru yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kebijakan tersebut menetapkan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap produk-produk asal Indonesia yang masuk ke pasar Amerika.
Sebagai pemimpin Agung Sedayu Group (ASG), Aguan menyatakan bahwa kebijakan ini secara tidak langsung memengaruhi aktivitas usahanya. Kendati demikian, ia tidak merinci seberapa signifikan dampak yang ditimbulkan terhadap lini bisnis yang dikelolanya.
“Saya rasa seluruh sektor usaha turut merasakan dampaknya. Ini bukan hanya soal Indonesia, tetapi merupakan dampak dari dinamika geopolitik global. Hampir seluruh dunia mengalami kondisi serupa,” ujar Aguan usai menghadiri pertemuan dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait di Kantor Kementerian PKP, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Bisnis Properti Terdampak Tarif Presiden AS
Aguan menekankan bahwa situasi ini harus dihadapi secara kolektif oleh seluruh pelaku usaha dan pemangku kebijakan. Ia berharap Pemerintah Indonesia mampu menempuh jalur diplomasi dan negosiasi yang strategis dengan Pemerintah Amerika Serikat guna menyelesaikan ketegangan dagang tersebut.
“Saya yakin pemerintah kita sudah melakukan langkah-langkah yang diperlukan. Mudah-mudahan, negosiasi ini bisa segera menghasilkan solusi yang terbaik bagi kepentingan nasional,” tambahnya dengan optimis.
Sebagai informasi, besaran tarif resiprokal yang dikenakan Amerika Serikat terhadap Indonesia tercatat lebih tinggi dibandingkan yang diberikan kepada negara-negara tetangga seperti Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia. Namun demikian, tarif ini masih lebih rendah dibandingkan yang diterapkan terhadap Kamboja, Laos, dan Vietnam.
Kebijakan tarif tersebut diberlakukan berdasarkan perhitungan bahwa Indonesia dianggap mengenakan tarif rata-rata sebesar 64 persen terhadap barang-barang asal Amerika Serikat. Oleh karena itu, Pemerintah AS memutuskan untuk membalas dengan menetapkan tarif setengah dari besaran tersebut, yakni 32 persen.
Pemerintah Amerika Serikat memberikan batas waktu kepada Indonesia untuk memberikan tanggapan resmi terkait tarif resiprokal tersebut hingga tanggal 9 April 2025. Tenggat waktu tersebut menjadi perhatian penting bagi para pelaku ekonomi nasional, termasuk kalangan pengusaha dan eksportir, mengingat potensi dampaknya terhadap iklim investasi dan arus perdagangan antara kedua negara.
Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan tarif Presiden Trump ini menjadi bagian dari strategi proteksionisme yang semakin menguat di berbagai belahan dunia. Trump dikenal dengan pendekatan ekonominya yang mengutamakan kepentingan domestik dan memberlakukan tarif tinggi terhadap negara-negara mitra dagang yang dinilai merugikan perekonomian AS.
Tarif Presiden AS Trump, Ini Harapannya
Kebijakan ini memicu reaksi beragam dari berbagai negara. Beberapa di antaranya telah menyampaikan keberatan secara diplomatik dan mempertimbangkan tindakan balasan. Dalam kasus Indonesia, sejumlah kementerian dan lembaga telah membentuk tim negosiasi lintas sektor untuk merumuskan langkah-langkah strategis dalam menghadapi kebijakan tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam pernyataannya sebelumnya, menyatakan bahwa pemerintah akan mendorong dialog bilateral untuk meredakan ketegangan perdagangan ini. Pemerintah juga tengah mengevaluasi potensi deregulasi terhadap produk-produk Amerika yang masuk ke pasar domestik, sebagai bagian dari strategi timbal balik yang adil dan proporsional.
Dari sisi pengusaha, berbagai asosiasi industri menyuarakan harapan agar pemerintah bersikap proaktif dalam menjaga daya saing produk nasional di pasar global. Mereka juga menilai perlunya percepatan perjanjian dagang bilateral atau multilateral guna memperkuat posisi tawar Indonesia di tengah arus proteksionisme yang menguat.
Aguan, sebagai salah satu tokoh penting dalam dunia usaha nasional, menyuarakan pentingnya stabilitas ekonomi dan kepastian regulasi sebagai modal utama dalam mempertahankan performa sektor swasta di tengah tantangan global. “Kita harus tetap bersatu dan menjaga kerja sama lintas sektor. Hanya dengan itu, kita bisa bertahan dan bahkan tumbuh lebih kuat dari krisis ini,” pungkasnya.
Baca Juga : Transaksi Penjajakan Bisnis UMKM Kini Mencapai Rp233,14 Miliar
Situasi ini membuka babak baru dalam hubungan dagang Indonesia-Amerika, sekaligus menjadi ujian bagi strategi diplomasi ekonomi yang dijalankan pemerintah. Respons yang cermat dan komprehensif menjadi kunci dalam menghindari dampak lanjutan terhadap perekonomian nasional dan kepercayaan investor global.