Harga Minyak Mentah Melonjak, & Terdampak Pemangkasan Tarif

Harga Minyak Mentah Melonjak

Harga Minyak Mentah Melonjak, & Terdampak Pemangkasan Tarif Kenaikan ini mencapai hampir tiga persen, seiring dengan sejumlah faktor eksternal yang memberikan dorongan positif terhadap sentimen pasar, terutama pengurangan sementara tarif perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta rilis data inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi pasar.

Mengutip pemberitaan dari CNBC pada Rabu (14/5/2025), harga acuan minyak Brent untuk pengiriman bulan depan ditutup menguat sebesar USD 1,67 atau naik 2,57 persen, menjadi USD 66,63 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) tercatat naik USD 1,72 atau 2,78 persen ke posisi USD 63,67 per barel.

Kedua jenis minyak acuan tersebut sebelumnya juga menunjukkan tren positif, dengan lonjakan harga lebih dari empat persen dalam sesi perdagangan sebelumnya. Katalis utama di balik lonjakan tersebut adalah kesepakatan antara pemerintah Amerika Serikat dan Tiongkok untuk melakukan pemangkasan tarif secara signifikan dalam periode sementara selama 90 hari.

Kebijakan ini tidak hanya memberikan angin segar bagi pelaku pasar energi, tetapi juga memicu penguatan pasar saham di Wall Street dan mendorong apresiasi nilai tukar dolar AS.

Harga Minyak Mentah Melonjak Tinggi 3%

Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP

John Kilduff, Partner di Again Capital LLC, menyatakan bahwa pasar energi mengalami sedikit keterlambatan dalam merespons sentimen positif dari kesepakatan dagang tersebut. “Kami tidak banyak terlibat dalam reli pasar kemarin yang dipicu oleh sentimen Tiongkok, sehingga hari ini kami mencoba mengejar ketertinggalan itu,” ujar Kilduff.

Ia juga menambahkan bahwa data inflasi yang dirilis pada pagi hari memberi ruang bagi Federal Reserve (bank sentral AS) untuk mulai mempertimbangkan langkah kebijakan yang lebih akomodatif. “Angka inflasi ini memberikan sinyal bahwa The Fed memiliki keleluasaan lebih dalam menentukan arah kebijakan suku bunga ke depan,” tambahnya.

Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat pada hari Selasa mengumumkan bahwa tingkat inflasi pada bulan April 2025 tercatat sebesar 2,3 persen secara tahunan (year-on-year/YoY). Ini merupakan laju inflasi tahunan terendah dalam empat tahun terakhir. Penurunan tersebut memberikan kelegaan bagi pelaku pasar dan mengurangi kekhawatiran terhadap tekanan inflasi yang berkepanjangan.

Sejumlah institusi keuangan ternama seperti JPMorgan Chase dan Barclays merespons data tersebut dengan memangkas proyeksi kemungkinan terjadinya resesi ekonomi di AS dalam beberapa bulan mendatang.

Stabilitas inflasi ini diharapkan akan mendorong The Fed untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level saat ini, setidaknya dalam jangka pendek, yang pada akhirnya akan merangsang konsumsi rumah tangga dan investasi bisnis.

Kekhawatiran pasar sebelumnya mengarah pada potensi kenaikan suku bunga lanjutan sebagai respons terhadap lonjakan harga akibat tarif dagang dan gangguan pasokan global. Namun, dengan adanya relaksasi tarif serta inflasi yang melambat, prospek pelonggaran moneter kembali menguat.

Rencana OPEC+ untuk Meningkatkan Produksi Batasi Kenaikan Harga

Di sisi lain, langkah strategis dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitranya, yang tergabung dalam aliansi OPEC+, turut memengaruhi arah pergerakan harga minyak. Blok produsen minyak ini berencana untuk meningkatkan volume ekspor selama bulan Mei dan Juni 2025, yang dinilai dapat memberikan tekanan terhadap harga apabila tidak diimbangi dengan permintaan yang kuat.

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)

Menurut laporan internal yang diterima pasar, produksi minyak oleh OPEC mengalami kenaikan yang lebih tinggi dari estimasi sejak April lalu. Produksi pada bulan Mei diperkirakan akan naik sebesar 411.000 barel per hari, seiring dengan rencana beberapa negara anggota untuk mengoptimalkan kapasitas produksinya guna mengantisipasi permintaan global.

Di tengah rencana peningkatan produksi tersebut, sejumlah sumber menyampaikan kepada Reuters bahwa Arab Saudi, sebagai salah satu eksportir minyak terbesar dunia, akan mempertahankan volume pasokannya ke Tiongkok pada bulan Juni 2025. Stabilitas pasokan ini terjadi setelah volume ekspor ke Tiongkok pada bulan sebelumnya mencapai titik tertinggi dalam lebih dari satu tahun terakhir.

Arab Saudi saat ini tercatat sebagai pemasok minyak mentah terbesar kedua bagi Tiongkok setelah Rusia. Keputusan untuk menjaga kestabilan pasokan dinilai sebagai upaya untuk mempertahankan pangsa pasar di tengah kompetisi ketat dengan negara-negara penghasil minyak lainnya.

Permintaan Bahan Bakar Olahan Masih Solid

Meski prospek permintaan minyak mentah global disebut mulai melemah akibat ketidakpastian ekonomi, permintaan terhadap produk olahan seperti bensin dan solar menunjukkan sinyal yang relatif stabil. Hal ini turut menjaga optimisme pelaku industri, termasuk para pelaku pasar derivatif energi.

Analis dari JPMorgan menyatakan bahwa pasar tidak bisa mengabaikan kekuatan permintaan bahan bakar meskipun harga minyak mentah internasional telah terkoreksi sekitar 22 persen sejak mencapai puncaknya pada 15 Januari 2025.

“Meski harga minyak mentah menurun, harga produk olahan dan margin penyulingan tetap berada pada level yang menguntungkan. Ini mencerminkan adanya kebutuhan riil di sektor hilir,” kata analis tersebut.

Faktor lain yang turut mendukung kekuatan pasar produk olahan adalah penurunan kapasitas penyulingan, terutama di kawasan Amerika Serikat dan Eropa. Kondisi ini menyebabkan pasokan bensin dan solar menjadi lebih ketat, sehingga meningkatkan ketergantungan pada impor dan membuat pasar menjadi lebih rentan terhadap gangguan seperti pemeliharaan fasilitas atau insiden teknis tak terduga.

Baca Juga : Pengembangan Bisnis Dipasar Global Dan Kaiyi Auto Siap Tempuh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *