Gaji Mandek Harga Naik Kredit Seret: Tabungan Kelas Menengah pun Lenyap
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat kelas menengah Indonesia menghadapi tekanan ekonomi yang semakin berat.
Salah satu penyebab utamanya adalah stagnasi gaji di tengah lonjakan harga kebutuhan pokok. Kenaikan upah minimum yang tidak sebanding dengan inflasi membuat daya beli masyarakat merosot.
Sementara itu, harga-harga kebutuhan primer seperti pangan, transportasi, dan perumahan terus naik secara signifikan.
Banyak pekerja kantoran di kota besar mengaku bahwa meski gaji tetap, biaya hidup terus meningkat setiap bulan.
Dampaknya, mereka harus mengurangi konsumsi, mencari penghasilan tambahan, bahkan mencairkan tabungan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
Gaji Mandek Harga Naik Kredit Seret: Tabungan Kelas Menengah pun Lenyap
Kondisi semakin diperparah oleh ketatnya akses pembiayaan. Perbankan dan lembaga keuangan kini memperketat syarat pengajuan kredit
baik untuk konsumsi, KPR, maupun usaha. Hal ini dilakukan sebagai bentuk mitigasi risiko atas meningkatnya potensi kredit macet di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dalam negeri.
Kelas menengah yang sebelumnya mudah mendapatkan pinjaman untuk mobil, rumah, atau modal usaha kini harus menghadapi
penolakan atau beban bunga yang lebih tinggi. Dengan kemampuan membayar yang menurun, banyak masyarakat memilih menunda pengajuan kredit baru atau bahkan gagal melunasi cicilan lama.
Tabungan Menipis, Investasi Tertunda
Salah satu dampak nyata dari kombinasi gaji yang stagnan, harga naik, dan kredit yang seret adalah hilangnya ruang untuk menabung.
Banyak keluarga menengah yang biasanya mampu menyisihkan 10–20 persen penghasilan untuk tabungan kini harus menggunakannya untuk kebutuhan pokok.
Bahkan sebagian harus mencairkan dana darurat atau meminjam kepada kerabat.
Lebih jauh, keinginan untuk berinvestasi atau membeli aset jangka panjang seperti emas, reksadana, atau properti pun tertunda.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran karena secara jangka panjang akan berdampak pada ketahanan keuangan rumah tangga.
Beban Psikologis Kelas Menengah Meningkat
Tekanan ekonomi bukan hanya dirasakan dalam aspek finansial, tetapi juga berdampak pada psikologis masyarakat kelas menengah.
Banyak yang merasa terjebak dalam siklus pengeluaran tanpa bisa berkembang secara finansial. Muncul perasaan frustrasi, cemas, dan takut kehilangan status sosial yang selama ini diperjuangkan.
Fenomena ini dikenal sebagai “middle class squeeze” atau tekanan kelas menengah, yang tidak hanya terjadi di Indonesia
tetapi juga di banyak negara lain yang terdampak inflasi global dan perlambatan ekonomi.
Upaya Bertahan di Tengah Ketidakpastian
Meski dalam tekanan, sebagian masyarakat kelas menengah mencoba bertahan dengan berbagai cara. Mereka mulai memangkas pengeluaran sekunder seperti liburan, nongkrong, atau langganan digital.
Banyak juga yang mulai beralih ke gaya hidup hemat dan mencari penghasilan tambahan dari usaha sampingan, freelance, atau berdagang online.
Di sisi lain, edukasi keuangan mulai diminati kembali. Masyarakat mulai tertarik mengikuti seminar daring soal pengelolaan keuangan, investasi aman, dan strategi menghadapi resesi.
Langkah ini menunjukkan adanya kesadaran untuk tetap menjaga stabilitas keuangan meski dalam keterbatasan.
Harapan akan Solusi dari Pemerintah dan Dunia Usaha
Untuk mengatasi masalah ini, banyak pihak berharap adanya peran aktif pemerintah dan dunia usaha Pemerintah diharapkan mampu menekan laju inflasi
memperluas subsidi tepat sasaran, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata. Kenaikan UMP yang terukur dan insentif bagi sektor UMKM juga menjadi langkah penting.
Sementara dunia usaha diharapkan bisa memberikan kenaikan gaji yang wajar sesuai produktivitas serta menciptakan peluang kerja baru yang lebih inklusif.
Jika tidak ada upaya bersama, kelas menengah Indonesia bisa makin terhimpit dan rawan jatuh ke kelompok rentan.
Penutup: Menjaga Daya Tahan Kelas Menengah
Kelas menengah adalah tulang punggung ekonomi nasional. Saat daya belinya melemah, efek domino bisa menjalar ke berbagai sektor.
Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang berpihak dan solusi nyata agar kelompok ini tidak terus tergerus oleh tekanan ekonomi.
Keberlangsungan ekonomi Indonesia sangat bergantung pada ketahanan kelompok ini dalam menghadapi tantangan.
Baca juga:Ide Bisnis yang Cocok buat Anak Muda, Modal Tak Sampai Rp 1 Juta