Ngobrol Bareng Wakil PM Malaysia, Prabowo Bahas Tarif Impor Trump

Ngobrol Bareng Wakil PM Malaysia, Prabowo Bahas Tarif Impor Trump

Pertemuan antara Menteri Pertahanan sekaligus Presiden Terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, dengan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Fadillah Yusof, menjadi sorotan publik kawasan Asia Tenggara. Dalam dialog bilateral yang berlangsung hangat di Jakarta pada 22 April 2025, kedua tokoh membahas berbagai isu strategis, termasuk dampak kebijakan tarif impor yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap perekonomian negara-negara berkembang.

Pertemuan tersebut juga menyoroti pentingnya kerja sama lintas negara di Asia Tenggara dalam menghadapi dinamika perdagangan global yang makin proteksionis. Prabowo dan Fadillah sepakat bahwa ASEAN harus menjadi kekuatan kolektif dalam menanggapi kebijakan eksternal yang bisa mengganggu stabilitas ekonomi kawasan.

Ngobrol Bareng Wakil PM Malaysia, Prabowo Bahas Tarif Impor Trump
Ngobrol Bareng Wakil PM Malaysia, Prabowo Bahas Tarif Impor Trump

Konteks: Kembalinya Trump dan Imbas Tarif Impor

Sejak Presiden AS Donald Trump kembali menjabat di awal 2025, sejumlah kebijakan perdagangan proteksionis kembali diberlakukan.

Tarif impor terhadap sejumlah produk dari negara berkembang—termasuk komoditas elektronik, tekstil, hingga hasil pertanian—meningkat secara drastis.

Hal ini memicu kekhawatiran banyak negara mitra dagang, termasuk Indonesia dan Malaysia.

Trump menyatakan bahwa kebijakan tarif ini bertujuan untuk “melindungi industri domestik Amerika

 namun banyak pihak menilai langkah ini akan memicu perang dagang baru dan mempersulit pemulihan ekonomi global pasca pandemi serta ketegangan geopolitik.

Indonesia dan Malaysia, sebagai dua negara ASEAN dengan volume ekspor signifikan ke AS, terdampak langsung oleh kebijakan ini.

Terlebih, banyak produk unggulan dari kedua negara masuk dalam daftar komoditas yang dikenakan tarif tinggi.


Prabowo Soroti Pentingnya Strategi Regional

Dalam pernyataannya kepada media, Prabowo menegaskan bahwa pertemuan dengan Fadillah bukan sekadar bentuk silaturahmi diplomatik, tetapi juga langkah konkret untuk menyatukan pandangan kawasan dalam menghadapi tantangan global.

“Kita menyadari dunia sedang berubah. Dalam situasi seperti ini, negara-negara di Asia Tenggara harus lebih erat bekerja sama.

Kebijakan tarif dari negara besar tidak bisa dihadapi sendiri-sendiri. Kita harus punya kekuatan kolektif,” ujar Prabowo.

Prabowo juga menyampaikan bahwa Indonesia siap memfasilitasi pertemuan tingkat tinggi antar negara ASEAN untuk membahas strategi perdagangan bersama yang lebih resilien terhadap tekanan eksternal.


Wakil PM Malaysia Tegaskan Komitmen Regionalisme

Datuk Seri Fadillah Yusof menyambut baik gagasan tersebut. Ia menyatakan bahwa Malaysia memandang kerja sama ekonomi kawasan

sebagai benteng utama menghadapi ketidakpastian global. Ia juga menekankan bahwa kebijakan Trump telah memberikan sinyal kuat bahwa negara-negara ASEAN harus memperkuat pasar internal dan memperluas diversifikasi ekspor.

“Kami percaya bahwa ASEAN tidak boleh hanya menjadi penonton dalam arus ekonomi global.

Kita harus menyusun strategi perdagangan baru, memperkuat kerja sama logistik dan manufaktur, serta mendukung pelaku usaha agar mampu bersaing tanpa bergantung pada satu pasar,” katanya.

Fadillah juga menyebut bahwa Malaysia siap mendukung inisiatif Indonesia dalam memperkuat ASEAN Supply Chain

sehingga ketergantungan pada pasar Amerika dan Eropa bisa dikurangi.


Isu Strategis Lain: Ketahanan Pangan dan Energi

Selain soal tarif impor, Prabowo dan Fadillah juga membahas ketahanan pangan dan energi, dua isu strategis yang saling berkaitan dengan stabilitas ekonomi regional.

Kedua pihak menyatakan komitmennya untuk memperkuat kerja sama lintas sektor, mulai dari pertanian, perikanan, hingga transisi energi hijau.

Prabowo menekankan bahwa Indonesia dan Malaysia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok regional, khususnya dalam produksi pangan berkelanjutan dan energi terbarukan.

“Saya melihat bahwa dalam 10 tahun ke depan, kita tidak bisa bergantung pada impor pangan dan energi.

Kita harus bangun sistem yang mandiri dan terintegrasi di Asia Tenggara,” ujar Prabowo.

Fadillah pun mengapresiasi visi tersebut dan menyampaikan bahwa Malaysia siap memperkuat sinergi kebijakan energi dan pangan bersama Indonesia, termasuk dalam riset dan pengembangan teknologi agrikultur.


Tanggapan Pelaku Usaha dan Analis Ekonomi

Pertemuan antara kedua pemimpin ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, termasuk pelaku usaha.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, mengatakan bahwa langkah diplomasi ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah siap melindungi sektor industri dalam negeri dari dampak global.

“Kami mendukung langkah Presiden Terpilih Prabowo dan pemerintah Malaysia dalam membangun kekuatan regional.

Industri kita butuh jaminan pasar dan dukungan strategis, apalagi dalam kondisi tekanan perdagangan seperti sekarang,” kata Arsjad.

Sementara itu, analis ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)

Bhima Yudhistira, menyebut bahwa langkah memperkuat koordinasi ASEAN bisa menjadi penyeimbang kekuatan ekonomi global, khususnya terhadap negara-negara G7 yang cenderung lebih tertutup dalam beberapa tahun terakhir.

Baca juga:Tren Digital Marketing di Tahun 2025


Dorongan Reformasi Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

Dalam forum terbatas pascapertemuan, Prabowo juga mengisyaratkan perlunya reformasi kebijakan perdagangan dalam negeri

 agar Indonesia bisa lebih cepat beradaptasi dengan tantangan global. Salah satunya adalah dengan memperkuat ekspor bernilai tambah

 mengurangi ekspor bahan mentah, dan memperbaiki regulasi logistik.

Pemerintah Indonesia juga menyiapkan strategi untuk memperkuat diplomasi dagang non-tradisional

 dengan membuka lebih banyak akses pasar ke kawasan Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin.


Penutup: Menuju Kerja Sama Kawasan yang Lebih Kuat

Pertemuan antara Prabowo Subianto dan Wakil PM Malaysia Fadillah Yusof bukan hanya menjadi simbol eratnya

hubungan bilateral, tetapi juga menandai kebangkitan diplomasi regional ASEAN dalam menghadapi tantangan ekonomi global.

Kebijakan tarif impor dari negara-negara besar seperti AS harus dihadapi dengan strategi yang matang, terkoordinasi, dan berorientasi jangka panjang.

Dengan memperkuat komunikasi lintas negara ASEAN, membangun ketahanan pangan dan energi, serta

menciptakan rantai pasok mandiri, Indonesia dan Malaysia berada di jalur yang tepat untuk menjadi pilar stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara.

Prabowo menyimpulkan dengan pernyataan tegas, “Indonesia tidak ingin hanya menjadi penonton dalam peta ekonomi dunia. Kita harus menjadi pemain utama. Dan kita tidak bisa melakukannya sendirian.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *