Rekening Nganggur Diblokir Dinilai Ganggu Ekonomi Rakyat
Kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif atau yang disebut sebagai rekening nganggur menuai polemik di tengah masyarakat.
Sejumlah bank, atas imbauan otoritas keuangan, mulai menerapkan pemblokiran otomatis terhadap rekening yang tak aktif dalam jangka waktu tertentu.
Meskipun langkah ini dinilai sebagai upaya penertiban sistem perbankan, banyak pihak menilai
bahwa kebijakan tersebut berpotensi mengganggu kestabilan ekonomi mikro dan memicu keresahan publik.
Rekening Nganggur Diblokir Dinilai Ganggu Ekonomi Rakyat
Salah satu kelompok yang paling terdampak dari kebijakan ini adalah masyarakat kecil dan pelaku UMKM.
Banyak di antara mereka menyimpan dana dalam rekening dengan nominal kecil sebagai tabungan cadangan atau simpanan darurat.
Ketika rekening tersebut diblokir tanpa pemberitahuan yang memadai, mereka kehilangan akses terhadap dana yang mungkin sangat dibutuhkan pada saat genting.
Menurut pengakuan beberapa nasabah, mereka baru mengetahui rekeningnya diblokir saat mencoba melakukan transaksi.
Prosedur pembukaan blokir yang memerlukan verifikasi berlapis juga dinilai menyulitkan, terutama bagi nasabah di wilayah pedesaan dengan akses terbatas ke kantor cabang bank.
Ketimpangan Komunikasi dan Sosialisasi
Kritik terhadap implementasi kebijakan ini juga menyasar kurangnya sosialisasi dari pihak bank kepada para nasabah.
Banyak warga tidak mengetahui bahwa rekening dengan saldo kecil dan tak aktif selama beberapa bulan bisa diblokir.
Akibatnya, nasabah merasa dirugikan karena tidak diberi waktu atau peringatan sebelum tindakan diambil.
Lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen menyatakan
bahwa proses edukasi dan komunikasi dari pihak perbankan harus lebih terbuka, transparan, dan inklusif.
Selain itu, perlu ada sistem peringatan atau notifikasi berkala agar nasabah dapat mengaktifkan kembali rekeningnya sebelum diblokir.
Dilema Regulasi dan Perlindungan Data
Pemerintah dan Bank Indonesia sebelumnya menyatakan bahwa langkah ini dilakukan dalam rangka menjaga keamanan
sistem perbankan nasional, mencegah tindak pencucian uang, dan menertibkan rekening yang berpotensi digunakan untuk aktivitas ilegal.
Namun, dilema muncul ketika upaya perlindungan sistem ini justru berbenturan dengan hak warga terhadap kepemilikan dan penggunaan dana secara bebas.
Beberapa pihak juga menyoroti isu perlindungan data pribadi. Dalam proses pemblokiran dan verifikasi pembukaan blokir
data nasabah rentan diproses secara tidak proporsional.
Ini menimbulkan pertanyaan terkait sejauh mana data tersebut aman dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Desakan Evaluasi dan Kebijakan Alternatif
Melihat berbagai dampak dan protes dari masyarakat, desakan evaluasi terhadap kebijakan pemblokiran rekening nganggur kian menguat.
Sejumlah pengamat ekonomi menilai bahwa pemerintah dan otoritas perbankan perlu mengevaluasi ulang implementasi teknis kebijakan ini
khususnya menyangkut rekening dengan nominal kecil yang tidak aktif karena memang hanya digunakan sebagai cadangan atau simpanan jangka panjang.
Beberapa usulan mengemuka, termasuk penerapan sistem peringatan multi-tahap sebelum pemblokiran dilakukan, serta pembukaan rekening berbasis digital yang lebih fleksibel bagi masyarakat kecil.
Perlunya Pendekatan Humanis dalam Kebijakan Finansial
Dalam konteks kebijakan keuangan yang bersinggungan langsung dengan masyarakat
pendekatan humanis perlu menjadi dasar utama. Meskipun tujuan menertibkan sistem perbankan patut diapresiasi
namun implementasi di lapangan harus mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.
Pemerintah dan perbankan nasional diminta untuk lebih berhati-hati dan bijak dalam membuat kebijakan agar tidak justru menciptakan keresahan
baru di tengah situasi ekonomi yang sudah menantang. Apalagi, dalam kondisi pascapandemi dan
inflasi yang menekan daya beli, rekening sekecil apa pun bisa menjadi penyambung hidup bagi sebagian warga.
Baca juga: Gaji Mandek Harga Naik Kredit Seret: Tabungan Kelas Menengah pun Lenyap